English to Indonesian: Passer, M.U. & Smith, R.E. (2007). Psychology: The Science of Mind and Behavior, Third Edition. New York: McGraw Hill. Bab Personality, halaman 453-455. General field: Social Sciences Detailed field: Psychology | |
Source text - English The Need for Positive Regard
Rogers believed that we are born with an innate need for positive regard—for acceptance, sympathy, and love from others. Rogers viewed positive regard as essential for healthy and development. Ideally, positive regard received from the parents is unconditional—that is, independent of how the child behaves. Unconditional positive regard communicates that the person is inherently worthy of love, regardless of accomplishments or behavior. In contrast, conditional positive regard is dependent on how the child behaves; in the extreme case, love and acceptance are given to the child only when the child behaves as the parents want. A study by Avi Assor and coworkers (2004) suggests long-term negative consequences of this child-rearing approach. College students who reported that their mothers and fathers used conditional regard in four domains (emotion control, prosocial behavior, academics, and sports performance) also experienced up-and-down fluctuations in their self-esteem and perceived parental disapproval, and resented their parents as young adults.
People need positive regard not only from others but also from themselves. Thus a need for positive self-regard, the desire to feel good about oursel¬¬ves, also develops. Lack of unconditional positive regard from parents and other significant people in the past teaches people that they are worthy of approval and love only when they meet certain standards. This fosters the development of conditions of worth that dictate the circumstances under which we approve or disapprove of ourselves. A child who experiences parental approval when behaving in a friendly fashion but disapproval whenever she becomes angry or aggressive may come to disapprove of her own angry feelings, even when they are justified. As an adult, she may deny in herself all feelings of anger and struggle to preserve a self-image of being totally loving. Rogers believed that conditions of worth can tyrannize people and cause major incongruence between self and experience, as well as a need to deny or distort important aspects of experience. Conditions of worth are similar to the “shoulds” and “musts” that populate the Freudian superego
| Translation - Indonesian Kebutuhan Positive Regard
Rogers percaya bahwa kita terlahir dengan kebutuhan untuk memperoleh positive regard atau pengakuan positif—seperti penerimaan, simpati, dan cinta dari orang lain. Rogers memandang bahwa positive regard ini penting untuk perkembangan diri yang sehat. Positive regard yang diberikan oleh orang tua idealnya bersifat tak bersyarat (unconditional)—yaitu tidak tergantung pada bagaimana si anak berperilaku. Unconditional positive regard ini akan memberitahu seseorang bahwa ia berhak untuk dicintai, tak peduli bagaimana prestasi atau perilakunya. Sebaliknya conditional positive regard tergantung pada perilaku si anak; misalnya pada kasus ekstrim, anak baru akan menerima ungkapan cinta dan penerimaan ketika si anak berperilaku sebagaimana yang diinginkan orang tua. Dalam studi Avi Assor dan kawan-kawan (2004), terdapat gagasan bahwa model pengasuhan anak yang sedemikian rupa dapat memberikan dampak jangka panjang yang negatif. Sejumlah mahasiswa yang ayah ibunya menunjukkan conditional regard pada empat wilayah (kontrol emosi, perilaku prososial, akademis, dan kinerja dalam berolahraga) tampak mengalami fluktuasi pada harga diri dan persepsi mereka mengenai sikap ketidaksetujuan orang tua. Mereka juga mengaku merasakan sakit hati pada orang tua mereka sebagai seorang dewasa muda.
Orang tak hanya memerlukan positive regard dari orang lain, tapi juga dari diri mereka sendiri. Dengan demikian, kebutuhan akan adanya positive regard yang berarti hasrat untuk merasa baik tentang diri kita sendiri juga akan berkembang. Kurangnya unconditional positive regard dari orang tua dan sosok-sosok yang berarti di masa lalu akan mengajari seseorang bahwa mereka hanya berhak atas penerimaan dan kasih sayang hanya jika mereka telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini menumbuhkan suatu condition of worth atau “syarat keberartian”yang menentukan pada situasi yang seperti apa kita akan menerima atau tidak menerima diri kita. Seorang anak yang memperoleh persetujuan orang tua saat ia berperilaku baik tetapi memperoleh penolakan ketika ia marah atau nampak agresif nantinya cenderung tidak dapat menerima perasaan marahnya sendiri, bahkan sekalipun marahnya itu beralasan. Ketika ia menjadi seorang dewasa kelak, si anak mungkin akan menyangkal semua perasaan marahnya dan berusaha untuk menjaga citra diri (self-image) yang terlihat hangat dan penyayang. Rogers beranggapan bahwa adanya syarat keberartian ini dapat membelenggu seseorang dan menimbulkan ketidakselarasan antara diri dan pengalaman (dari luar), sekaligus memunculkan kebutuhan untuk menyangkal atau memutarbalikkan aspek-aspek penting dalam pengalaman. Konsep syarat keberartian ini menyerupai konsep superego Freud yang berisi ide-ide tentang “bagaimana aku seharusnya”. |